ISTIQAMAH
TUJUAN INTRUKSIONAL
Setelah mendapatkan materi ini, peserta mampu:
- Memahami makna istiqamah dengan benar, baik
secara etimologi maupun terminologi
- Menerapkan dan mengaplikasikan sikap dan makna
istiqamah dalam ucapan dan perbuatan.
- Bersikap positif dalam segala pemikiran, ucapan
dan perbuatan serta menjauhi sikap negatif.
TITIK TEKAN MATERI
Peserta memahami bahwa sikap Istiqomah dalam setiap
ucapan dan perbuatan adalah buah dari keimanan yang dalam dan pemahaman yang
benar tentang nilai-nilai kebenaran, kebaikan dan keindahan Islam. Istiqamah
yang dibangun di atas pondasi optimalisasi, keikhlasan dan mengikuti sunnah
akan melahirkan keberanian, ketenangan dan optimisme dalam kehidupan. Karena
dengan istiqamah, manusia muslim akan selalu tegar menghadapi badai kehidupan
dan segala rintangan jalan dakwah. Dan diharapkan melalui materi ini, peserta
mampu memahami manifestasi istiqamah dalam kehidupan seorang mukmin.
POKOK-POKOK MATERI
- Definisi istiqamah baik secara etimologi maupun
terminologi
- Dasar dan dalil-dalil istiqamah
- Faktor-faktor yang melahirkan istiqamah
- Dampak dan buah istiqamah
- Manifestasi istiqamah
MUKADIMAH
Setiap muslim yang telah berikrar bahwa Allah
Rabbnya, Islam agamanya dan Muhammad rasulnya, harus senantiasa memahami arti
ikrar ini dan mampu merealisasikan nilai-nilainya dalam realitas kehidupannya.
Setiap dimensi kehidupannya harus terwarnai dengan nilai-nilai tersebut baik
dalam kondisi aman maupun terancam. Namun dalam realitas kehidupan dan fenomena
umat, kita menyadari bahwa tidak setiap orang yang memiliki pemahaman yang baik
tentang Islam mampu mengimplementasikan dalam seluruh sisi-sisi kehidupannya.
Dan orang yang mampu mengimplementasikannya belum tentu bisa bertahan sesuai
yang diharapkan Islam, yaitu komitmen dan istiqomah dalam memegang ajarannya
dalam sepanjang perjalanan hidupnya.
Maka istiqomah dalam memegang tali Islam merupakan
kewajiban asasi dan sebuah keniscayaan bagi hamba-hamba Allah yang menginginkan
husnul khatimah dan harapan-harapan surgaNya. Rasulullah saw bersabda:
عَنْ أَبِي
هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
قَارِبُوا وَسَدِّدُوا وَاعْلَمُوا أَنَّهُ لَنْ يَنْجُوَ أَحَدٌ مِنْكُمْ
بِعَمَلِهِ قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ وَلَا أَنْتَ قَالَ وَلَا أَنَا إِلَّا
أَنْ يَتَغَمَّدَنِيَ اللَّهُ بِرَحْمَةٍ مِنْهُ وَفَضْلٍ رواه مسلم
Diriwayatkan dari Abu Hurairah r.a. bahwa Rasulullah
saw bersabda, “Berlaku moderatlah dan beristiqamah, ketahuilah sesungguhnya
tidak ada seorang pun dari kalian yang selamat dengan amalnya. Mereka bertanya,
“Dan juga kamu Ya … Rasulullah, Beliau bersabda, “Dan juga aku (tidak selamat
juga) hanya saja Allah swt telah meliputiku dengan rahmat dan anugerah-Nya.”
(H.R. Muslim dari Abu Hurairah)
Istiqamah bukan hanya diperintahkan kepada manusia
biasa saja, akan tetapi istiqamah ini juga diperintahkan kepada manusia-manusia
besar sepanjang sejarah peradaban dunia, yaitu para Nabi dan Rasul. Perhatikan
ayat berikut ini;
فَاسْتَقِمْ كَمَا أُمِرْتَ وَمَنْ
تَابَ مَعَكَ وَلا تَطْغَوْا إِنَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ بَصِيرٌ (هود:112)
“Maka tetaplah (istiqamahlah) kamu pada jalan yang
benar, sebagaimana diperintahkan kepadamu dan (juga) orang yang telah taubat
beserta kamu dan janganlah kamu melampaui batas. Sesungguhnya Dia Maha Melihat
apa yang kamu kerjakan.”(Q.S. Hud:112)
A.
Definisi
Istiqamah adalah anonim dari thughyan (penyimpangan atau
melampaui batas). Ia bisa berarti berdiri tegak di suatu tempat tanpa pernah
bergeser, karena akar kata istiqamah dari kata “qaama” yang berarti
berdiri. Maka secara etimologi, istiqamah berarti tegak lurus. Dalam kamus
besar bahasa Indonesia, istiqamah diartikan sebagai sikap teguh pendirian dan
selalu konsekuen.
Secara terminologi, istiqamah bisa diartikan dengan
beberapa pengertian berikut ini;
Abu Bakar As-Shiddiq ra ketika ditanya tentang
istiqamah ia menjawab bahwa istiqamah adalah kemurnian tauhid (tidak boleh
menyekutukan Allah dengan apa dan siapa pun)
Umar bin Khattab ra berkata, “Istiqamah adalah komitmen
terhadap perintah dan larangan dan tidak boleh menipu sebagaimana tipuan
musang”
Utsman bin Affan ra berkata, “Istiqamah adalah
mengikhlaskan amal kepada Allah Taala”
Ali bin Abu Thalib ra berkata, “Istiqamah adalah
melaksanakan kewajiban-kewajiban”
Al-Hasan berkata, “Istiqamah adalah melakukan ketaatan dan
menjauhi kemaksiatan”
Mujahid berkata, “Istiqamah adalah komitmen terhadap
syahadat tauhid sampai bertemu dengan Allah Taala”
Ibnu Taimiah berkata, “Mereka beristiqamah dalam
mencintai dan beribadah kepada-Nya tanpa menoleh kiri kanan”
Jadi muslim yang beristiqamah adalah muslim yang
selalu mempertahankan keimanan dan akidahnya dalam situasi dan kondisi apapun.
Ia bak batu karang yang tegar menghadapi gempuran ombak-ombak yang datang silih
berganti. Ia tidak mudah loyo atau mengalami futur dan degradasi dalam
perjalanan dakwah. Ia senantiasa sabar dalam menghadapi seluruh godaan dalam
medan dakwah yang diembannya. Meskipun tahapan dakwah dan tokoh sentralnya
mengalami perubahan. Itulah manusia muslim yang sesungguhnya, selalu istiqamah
dalam sepanjang jalan dan di seluruh tahapan-tahapan dakwah.
B.
Dalil-Dalil Dan Dasar Istiqomah
Dalam Alquran dan Sunnah Rasulullah saw banyak
sekali ayat dan hadits yang berkaitan dengan masalah istiqamah di antaranya
adalah;
فَاسْتَقِمْ
كَمَا أُمِرْتَ وَمَنْ تَابَ مَعَكَ وَلَا تَطْغَوْا إِنَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ
بَصِيرٌ
“Maka
tetaplah (istiqamahlah) kamu pada jalan yang benar, sebagaimana diperintahkan
kepadamu dan (juga) orang yang telah taubat beserta kamu dan janganlah kamu
melampaui batas. Sesungguhnya Dia Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.”(QS 11:112)
Ayat
ini mengisyaratkan kepada kita bahwa Rasulullah dan orang-orang yang bertaubat
bersamanya harus beristiqomah sebagaimana yang telah diperintahkan. Istiqomah
dalam mabda (dasar atau awal pemberangkatan), minhaj dan hadaf (tujuan) yang
digariskan dan tidak boleh menyimpang dari perintah-perintah ilahiah.
“Sesungguhnya
orang-orang yang mengatakan, “Tuhan kami ialah Allah" kemudian mereka
meneguhkan pendirian mereka, maka malaikat akan turun kepada mereka dengan
mengatakan, “Janganlah kamu takut dan janganlah merasa sedih; dan gembirakanlah
mereka dengan jannah yang telah dijanjikan Allah kepadamu".
“Kamilah
pelindung-pelindungmu dalam kehidupan dunia dan akhirat; di dalamnya kamu memperoleh apa yang kamu
inginkan dan memperoleh (pula) apa yang
kamu minta. Sebagai hidangan (bagimu) dari Tuhan Yang Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang.”(QS 41: 30-32)
إِنَّ الَّذِينَ قَالُوا رَبُّنَا
اللَّهُ ثُمَّ اسْتَقَامُوا فَلَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ
يَحْزَنُونَ
أُولَئِكَ أَصْحَابُ الْجَنَّةِ خَالِدِينَ فِيهَا جَزَاءً بِمَا كَانُوا
يَعْمَلُونَ
“Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan, “Tuhan
kami ialah Allah", kemudian mereka tetap istiqamah maka tidak ada kekhawatiran
terhadap mereka dan mereka tiada (pula) berduka cita. Mereka itulah
penghuni-penghuni surga, mereka kekal di dalamnya; sebagai balasan atas apa
yang telah mereka kerjakan.
(QS 46:13-14)
Empat ayat di atas menggambarkan urgensi istiqamah setelah beriman dan
pahala besar yang dijanjikan Allah SWT seperti hilangnya rasa takut, sirnanya
kesedihan dan surga bagi hamba-hamba Allah yang senantiasa memperjuangkan
nilai-nilai keimanan dalam setiap kondisi atau situasi apapun. Hal ini juga
dikuatkan beberapa hadits nabi di bawah ini;
عَنْ سُفْيَانَ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ
الثَّقَفِيِّ قَالَ قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ قُلْ لِي فِي الْإِسْلَامِ قَوْلًا
لَا أَسْأَلُ عَنْهُ أَحَدًا بَعْدَكَ وَفِي حَدِيثِ أَبِي أُسَامَةَ غَيْرَكَ
قَالَ قُلْ آمَنْتُ بِاللَّهِ فَاسْتَقِمْ رواه
مسلم
“Aku
berkata, “Wahai Rasulullah katakanlah kepadaku satu perkataan dalam Islam yang
aku tidak akan bertanya kepada seorang pun selain engkau. Beliau bersabda,
“Katakanlah, “Aku beriman kepada Allah, kemudian beristiqamahlah (jangan
menyimpang).” (HR Muslim dari Sufyan bin Abdullah)
“Rasulullah saw bersabda, “Berlaku moderatlah dan
beristiqomah, ketahuilah sesungguhnya tidak ada seorangpun dari kalian yang
selamat dengan amalnya. Mereka bertanya, “Dan juga Anda Ya … Rasulullah, Beliau
bersabda, “Dan juga aku (tidak selamat juga) hanya saja Allah swt telah
meliputiku dengan rahmat dan anugerahNya.” (HR Muslim dari Abu Hurairah)
Selain ayat-ayat dan beberapa hadits di atas, ada
beberapa pernyataan ulama tentang urgensi istiqamah sebagaimana berikut;
Sebagian
orang-orang arif berkata, “Jadilah kamu orang yang memiliki istiqomah, tidak
menjadi orang yang mencari karomah. Karena sesungguhnya dirimu bergerak untuk
mencari karomah sementara Robbmu menuntutmu untuk beristiqomah.”
Syekh Al-Islam Ibnu Taimiyah berkata, “Sebesar-besar karomah adalah
memegang istiqamah.”
C.
Faktor-Faktor Yang Melahirkan Istiqomah
Ibnu Qayyim dalam “Madaarijus Salikiin” menjelaskan
bahwa ada enam faktor yang mampu melahirkan istiqomah dalam jiwa seseorang
sebagaimana berikut;
1. Beramal dan melakukan optimalisasi
وَجَاهِدُوا فِي اللَّهِ حَقَّ
جِهَادِهِ هُوَ اجْتَبَاكُمْ وَمَا جَعَلَ عَلَيْكُمْ فِي الدِّينِ مِنْ حَرَجٍ
مِلَّةَ أَبِيكُمْ إِبْرَاهِيمَ هُوَ سَمَّاكُمُ الْمُسْلِمِينَ مِنْ قَبْلُ وَفِي
هَذَا لِيَكُونَ الرَّسُولُ شَهِيدًا عَلَيْكُمْ وَتَكُونُوا شُهَدَاءَ عَلَى
النَّاسِ فَأَقِيمُوا الصَّلَاةَ وَءَاتُوا الزَّكَاةَ وَاعْتَصِمُوا بِاللَّهِ
هُوَ مَوْلَاكُمْ فَنِعْمَ الْمَوْلَى وَنِعْمَ النَّصِيرُ
“Dan
berjihadlah kamu pada jalan Allah dengan jihad yang sebenar-benarnya. Dia telah
memilih kamu dan Dia sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu dalam agama suatu
kesempitan. (Ikutilah) agama orang tuamu
Ibrahim. Dia (Allah) telah menamai kamu sekalian orang-orang muslim dari dahulu
dan (begitu pula) dalam (Al Qur'an) ini, supaya Rasul itu menjadi saksi atas
dirimu dan supaya kamu semua menjadi saksi atas segenap manusia, maka
dirikanlah sembahyang, tunaikanlah zakat dan berpeganglah kamu pada tali Allah.
Dia adalah Pelindungmu, maka Dialah sebaik-baik Pelindung dan sebaik-baik
Penolong.” (QS 22:78)
2. Berlaku moderat antara tindakan melampui batas dan
menyia-nyiakan
وَالَّذِينَ إِذَا أَنْفَقُوا لَمْ
يُسْرِفُوا وَلَمْ يَقْتُرُوا وَكَانَ بَيْنَ ذَلِكَ قَوَامًا
“Dan
orang-orang yang apabila membelanjakan (harta), mereka tidak berlebihan, dan
tidak (pula) kikir, dan adalah (pembelanjaan itu) di tengah-tengah antara yang
demikian.” (QS 25:67)
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو قَالَ
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لِكُلِّ عَمَلٍ شِرَّةٌ
وَلِكُلِّ شِرَّةٍ فَتْرَةٌ فَمَنْ كَانَتْ فَتْرَتُهُ إِلَى سُنَّتِي فَقَدْ
أَفْلَحَ وَمَنْ كَانَتْ إِلَى غَيْرِ ذَلِكَ فَقَدْ هَلَكَ
Dari Abdullah bin Amru, ia berkata bahwa Rasulullah
saw bersabda, “Setiap amal memiliki puncaknya
dan setiap puncak pasti mengalami kefuturan (keloyoan). Maka barang siapa yang
pada masa futurnya (kembali) kepada sunnahku, maka ia beruntung dan barang
siapa yang pada masa futurnya (kembali) kepada selain itu, maka berarti ia
telah celaka”(HR Imam Ahmad dari sahabat Anshar)
3. Tidak melampui batas yang telah digariskan ilmu
pengetahuannya
وَلَا تَقْفُ مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ
عِلْمٌ إِنَّ السَّمْعَ وَالْبَصَرَ وَالْفُؤَادَ كُلُّ أُولَئِكَ كَانَ عَنْهُ
مَسْئُولًا
“Dan
janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya.
Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan dimintai
pertanggung jawaban.” (QS 17:36)
4. Tidak menyandarkan pada faktor kontemporal, melainkan
bersandar pada sesuatu yang jelas
5. Ikhlas
وَمَا أُمِرُوا إِلَّا لِيَعْبُدُوا
اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ حُنَفَاءَ وَيُقِيمُوا الصَّلَاةَ وَيُؤْتُوا
الزَّكَاةَ وَذَلِكَ دِينُ الْقَيِّمَةِ
“Padahal
mereka tidak disuruh melainkan supaya menyembah Allah dengan memurnikan
keta'atan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus, dan supaya mereka mendirikan
shalat dan menunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama yang lurus.” (QS
98:5)
6. Mengikuti Sunnah
Rasulullah saw bersabda, “Siapa diantara kalian
yang masih hidup sesudahku maka dia pasti akan melihat perbedaan yang keras,
maka hendaklah kalian mengikuti sunnahku dan sunnah para Khalifah Rasyidin
(yang lurus), gigitlah ia dengan gigi taringmu.”(Abu Daud dari Al-Irbadl bin
Sariah)
Imam Sufyan berkata, “Tidak diterima suatu
perkataan kecuali bila ia disertai amal, dan tidaklah lurus perkataan dan amal
kecuali dengan niat, dan tidaklah lurus perkataan, amal dan niat kecuali bila
sesuai dengan sunnah.”
D. Dampak
Positif Dan Buah Istiqomah
Manusia muslim yang beristiqomah dan yang selalu
berkomitmen dengan nilai-nilai kebenaran Islam dalam seluruh aspek hidupnya
akan merasakan dampaknya yang positif dan buahnya yang lezat sepanjang
hidupnya. Adapun dampak dan buah istiqomah sebagai berikut;
1. Keberanian (Syaja’ah)
Muslim yang selalu istiqomah dalam hidupnya ia akan
memiliki keberanian yang luar biasa. Ia tidak akan gentar menghadapi segala
rintangan dakwah. Ia tidak akan pernah menjadi seorang pengecut dan pengkhianat
dalam hutan belantara perjuangan. Selain itu jugaberbeda dengan orang yang di
dalam hatinya ada penyakit nifaq yang senantiasa menimbulkan kegamangan dalam
melangkah dan kekuatiran serta ketakutan dalam menghadapi rintangan-rintangan
dakwah. Perhatikan firman Allah Taala dalam surat Al-Maidah ayat 52 di bawah
ini;
فَتَرَى الَّذِينَ فِي قُلُوبِهِمْ
مَرَضٌ يُسَارِعُونَ فِيهِمْ يَقُولُونَ نَخْشَى أَنْ تُصِيبَنَا دَائِرَةٌ
فَعَسَى اللَّهُ أَنْ يَأْتِيَ بِالْفَتْحِ أَوْ أَمْرٍ مِنْ عِنْدِهِ
فَيُصْبِحُوا عَلَى مَا أَسَرُّوا فِي أَنْفُسِهِمْ نَادِمِينَ
“Maka kamu akan melihat orang-orang yang ada
penyakit dalam hatinya (orang-orang munafik) bersegera mendekati mereka (Yahudi
dan Nasrani), seraya berkata, “Kami takut akan mendapat bencana". Mudah-mudahan
Allah akan mendatangkan kemenangan (kepada Rasul-Nya), atau sesuatu keputusan
dari sisi-Nya. Maka karena itu, mereka menjadi menyesal terhadap apa yang
mereka rahasiakan dalam diri mereka.”
Dan kita bisa
melihat kembali keberanian para sahabat dan para kader dakwah dalam hal ini;
Ketika Rasulullah saw menawarkan pedang kepada para
sahabat dalam perang Uhud, seketika Abu Dujanah berkata, “Aku yang akan
memenuhi haknya, kemudian membawa pedang itu dan menebaskan ke kepala
orang-orang musyrik.” (HR Muslim)
Pada saat seorang sahabat mendapat jawaban dari
Rasulullah saw bahwasanya ia masuk surga kalau mati terbunuh dalam medan
pertempuran, maka ia tidak pernah menyia-nyiakan waktunya lagi seraya melempar
kurma yang ada di genggamannya kemudian ia meluncur ke medan pertempuran dan
akhirnya mendapatkan apa yang diinginkan yaitu, syahadah (mati syahid).
(Muttafaqun Alaih)
Rasulullah saw bersabda kepada Ali bin Abu Thalib
setelah ia menerima bendera Islam dalam peperangan Khaibar sebagai berikut,
“Jalanlah, jangan menoleh sehingga Allah SWT memberikan kemenangan kepada
kamu.” Lantas Ali berjalan, kemudian berhenti sejenak dan tidak menoleh seraya
bertanya dengan suara yang keras; “Ya Rasulullah atas dasar apa aku memerangi
manusia?” Beliau bersabda, “Perangi mereka sampai bersaksi bahwasanya tiada
Tuhan selain Allah……” (HR Muslim)
Inilah gambaran keberanian para sahabat yang lahir
dari keistiqomahannya yang harus diteladani oleh generasi-generasi penerus
dalam menegakkan nilai-nilai kebenaran, kebaikan dan keindahan Islam.
2. Ithmi’nan (ketenangan)
Keimanan seorang muslim yang telah sampai pada
tangga kesempurnaan akan melahirkan tsabat dan istiqomah dalam medan
perjuangan. Tsabat dan istiqomah sendiri akan melahirkan ketenangan, kedamaian
dan kebahagian. Meskipun ia melalui rintangan dakwah yang panjang, melewati
jalan terjal perjuangan dan menapak tilas lika-liku belantara hutan perjuangan.
Karena ia yakin bahwa inilah jalan yang pernah ditempuh oleh hamba-hamba Allah
yang agung yaitu para Nabi, Rasul, generasi terbaik setelahnya dan generasi
yang bertekad membawa obor estafet dakwahnya. Perhatikan firman Allah di bawah
ini;
وَكَأَيِّنْ مِنْ نَبِيٍّ قَاتَلَ
مَعَهُ رِبِّيُّونَ كَثِيرٌ فَمَا وَهَنُوا لِمَا أَصَابَهُمْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ
وَمَا ضَعُفُوا وَمَا اسْتَكَانُوا وَاللَّهُ يُحِبُّ الصَّابِرِينَ
“Dan berapa banyaknya nabi yang berperang
bersama-sama mereka sejumlah besar dari pengikut (nya) yang bertakwa. Mereka
tidak menjadi lemah karena bencana yang menimpa mereka di jalan Allah, dan
tidak lesu dan tidak (pula) menyerah (kepadamusuh). Allah menyukai orang-orang
yang sabar.”(QS 3:146)
الَّذِينَ ءَامَنُوا وَلَمْ يَلْبِسُوا
إِيمَانَهُمْ بِظُلْمٍ أُولَئِكَ لَهُمُ الْأَمْنُ وَهُمْ مُهْتَدُونَ
“Orang-orang
yang beriman dan tidak mencampuradukkan iman mereka dengan kezaliman (syirik),
mereka itulah yang mendapat keamanan dan mereka itu adalah orang-orang yang
mendapat petunjuk.”(QS 6:82)
الَّذِينَ ءَامَنُوا وَتَطْمَئِنُّ
قُلُوبُهُمْ بِذِكْرِ اللَّهِ أَلَا بِذِكْرِ اللَّهِ تَطْمَئِنُّ الْقُلُوبُ
“(yaitu)
orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat
Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah-lah hati menjadi tenteram.” (QS
13:28)
3. Tafa’ul (optimis)
Keistiqomahan yang dimiliki seorang muslim juga
melahirkan sikap optimis. Ia jauh dari sikap pesimis dalam menjalani dan
mengarungi lautan kehidupan. Ia senantiasa tidak pernah merasa lelah dan gelisah
yang akhirnya melahirkan frustasi dalam menjalani kehidupannya. Kefuturan yang
mencoba mengusik jiwa, kegalauan yang ingin mencabik jiwa mutmainnahnya dan
kegelisahan yang menghantui benaknya akan terobati dengan keyakinannya kepada
kehendak dan putusan-putusan ilahiah. Hal ini sebagaimana yang diisyaratkan
oleh beberapa ayat di bawah ini;
مَا أَصَابَ مِنْ مُصِيبَةٍ فِي
الْأَرْضِ وَلا فِي أَنْفُسِكُمْ إِلَّا فِي كِتَابٍ مِنْ قَبْلِ أَنْ نَبْرَأَهَا
إِنَّ ذَلِكَ عَلَى اللَّهِ يَسِيرٌ
لِكَيْلا تَأْسَوْا عَلَى مَا فَاتَكُمْ وَلا تَفْرَحُوا بِمَا آتَاكُمْ
وَاللَّهُ لا يُحِبُّ كُلَّ مُخْتَالٍ فَخُورٍ) (الحديد:22-23)
“Tiada suatu bencanapun yang menimpa di bumi dan
(tidak pula) pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauhul
Mahfuzh) sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah
mudah bagi Allah.(Kami jelaskan yang demikian itu) supaya kamu jangan
berdukacita terhadap apa yang luput dari kamu, dan supaya kamu jangan terlalu
gembira terhadap apa yang diberikan-Nya kepadamu. Dan Allah tidak menyukai
setiap orang yang sombong lagi membanggakan diri.” (QS 57:22-23)
يَابَنِيَّ اذْهَبُوا فَتَحَسَّسُوا
مِنْ يُوسُفَ وَأَخِيهِ وَلا تَيْأَسُوا مِنْ رَوْحِ اللَّهِ إِنَّهُ لا يَيْأَسُ
مِنْ رَوْحِ اللَّهِ إِلَّا الْقَوْمُ الْكَافِرُونَ (يوسف:87)
“Hai
anak-anakku, pergilah kamu, maka carilah berita tentang Yusuf dan saudaranya
dan jangan kamu berputus asa dari rahmat Allah.
Sesungguhnya tiada berputus asa dari rahmat Allah, melainkan kaum yang kafir".(QS 12: 87)
قَالَ وَمَنْ يَقْنَطُ مِنْ رَحْمَةِ
رَبِّهِ إِلَّا الضَّالُّونَ (الحجر:56)
Ibrahim berkata, “Tidak ada orang yang berputus asa
dari rahmat Tuhan-nya, kecuali orang-orang yang sesat".(QS 15:56)
Maka dengan tiga buah istiqamah ini, seorang muslim
akan selalu mendapatkan kemenangan dan merasakan kebahagiaan, baik yang ada di
dunia maupun yang dijanjikan nanti di akherat kelak. Perhatikan ayat di bawah
ini;
إِنَّ الَّذِينَ قَالُوا رَبُّنَا
اللَّهُ ثُمَّ اسْتَقَامُوا تَتَنَزَّلُ عَلَيْهِمُ الْمَلائِكَةُ أَلَّا
تَخَافُوا وَلا تَحْزَنُوا وَأَبْشِرُوا بِالْجَنَّةِ الَّتِي كُنْتُمْ تُوعَدُونَ
نَحْنُ
أَوْلِيَاؤُكُمْ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَفِي الْآخِرَةِ وَلَكُمْ فِيهَا مَا
تَشْتَهِي أَنْفُسُكُمْ وَلَكُمْ فِيهَا مَا تَدَّعُونَ نُزُلًا مِنْ غَفُورٍ رَحِيمٍ (فصلت:
30-32)
“Sesungguhnya
orang-orang yang mengatakan, “Tuhan kami ialah Allah" kemudian mereka
meneguhkan pendirian mereka, maka malaikat akan turun kepada mereka dengan
mengatakan, “Janganlah kamu takut dan janganlah merasa sedih; dan gembirakanlah
mereka dengan jannah yang telah dijanjikan Allah kepadamu. Kamilah
pelindung-pelindungmu dalam kehidupan dunia dan akhirat; di dalamnya kamu memperoleh
apa yang kamu inginkan dan memperoleh (pula) apa yang kamu minta. Sebagai hidangan (bagimu)
dari Tuhan Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”(QS 41:30-32)